Dasar Pendidikan Agama Kristen

Landasan pembelajaran PAK merupakan acuan atau dasar pijakan, titik tumpu atau titik tolak dalam pencapaian tujuan pendidikan agama Kristen. Pendidikan agama Kristen yang diselenggarakan dengan suatu landasan yang kokoh, maka prakteknya akan mantap, artinya jelas dan tepat tujuannya, tepat pilihan isi kurikulumnya, efisien dan efektif cara-cara pendidikan yang dipilihnya, dan lain-lain. Dengan demikian landasan yang kokoh setidaknya kesalahan-kesalahan konseptual yang dapat merugikan akan dapat dihindarkan sehingga praktek PAK diharapkan sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta dapat dipertanggungjawabkan.

Kitab Ulangan 6: 4-9
Dalam tradisi orang Israel “Shema” atau perintah Tuhan yang wajib dijalankan, karena hanya dengan pedoman itu umat tidak keluar dari pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. Yang seutuhnya tersimpul dalam sebutan “Taurat”. Ulangan 6:4-9 sering disebut sebagai syema, suatu panggilan bagi Israel untuk mendengar firman Tuhan, “dengarlah..”.
“Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.”(Ulangan 6:6-9).

Melalui Syema Israel diajar untuk memilih persekutuan yang intim dengan Tuhan sebagai prioritas utama. Seluruh aspek kehidupan Israel didasari oleh hubungan cintanya dengan Tuhan. Di dalam cinta ini terkandung komitmen dan kesetiaan yang menyeluruh dan total. Syema ini, pertama, harus tertanam dalam hati orang Israel (ayat 6); kedua, harus tertanam dalam hati anak-anak Israel (ayat 7); ketiga, harus menjadi bagian hidup sehari-hari mereka (ayat 7); keempat, harus menjadi identitas pribadi mereka (ayat 8); dan kelima, menjadi identitas keluarga serta masyarakat Israel (ayat 9). Tidak ada satu bagian pun dalam kehidupan orang Israel yang terlepas dari relasi mereka yang penuh kasih kepada Tuhan.

Injil Matius 28: 20
Umat Kristen adalah umat Perjanjian Baru. Dengan latar belakang Perjanjian Lama mereka hidup dalam kemurnian perintah Tuhan Yesus. Pada saat Yesus mau meninggalkan murid-muridNya kembali ke sorga, Ia berpesan dengan jelas perintah ini: “Dan ajarlah merela melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Matius 28:20)

Inti dari ajaran Tuhan Yesus adalah Hukum Kasih. Ini adalah rangkuman ringkas dari Taurat dan kitab Nabi-nabi;
a. Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
b. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:37,39)

Siapakah yang Bertanggung Jawab Terhadap Perilaku Menyimpang Anak?

Jadi siapa yang bertanggung jawab terhadap perilaku menyimpang anak? Apakah anak, orang tua, atau guru? Atau semuanya bertanggung jawab?

1. Anak-Anak
Secara pasti anak-anak harus bertanggung jawab atas perilakunya. Kebenaran ini haruslah secara kuat disampaikan kepada mereka. Masyarakat membuat banyak alasan tentang sesuatu, dan masyarakat membuat penerimaan social dengan melemparkan kesalahan kepada orang lain atau sesuatu yang lain terkait perilaku menyimpang anak. Kita harus menekankan pada anak-anak kita bahwa tidak peduli apapun yang sudah kita lalui, tidak peduli dari keluarga macam apapun kita berasal, Allah yang Maha Kuasa telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib. Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia (2 Petrus 1: 3-4).

Kita tidak perlu menjadi produk dari lingkugan kita. Kita tidak perlu hidup dengan korban mentalitas. Allah telah memberikan kita segala sesuatu yang kita butuhkan untuk hidup ilahi! Kita dapat bergerak maju dan meninggalkan masa lalu. Allah sedang berurusan dengan kita untuk mengubah debu menjadi sesuatu yang indah.

2. Guru
Guru juga harus bertanggung jawab dengan perilaku anak. Guru harus terus berusaha membentuk perilaku anak-anak sesuai dengan terang Firman Allah. Sedihnya, banyak anak-anak muda yang tidak membaca Firman Allah bahkan mereka tidak tahu bagaimana mendapat Firman Allah yang menuntun perilaku mereka. Perilaku yang baik seperti yang dijelaskan dalam Firman Allah merupakan hasil dari transformasi pikiran dan perubahan hati.

Anak-anak perlu memahami bahwa perilaku kristiani meliputi dua hal: boleh melakukan dan tidak boleh melakukan. Kita perlu melakukan kedua hal tersebut
Jika kita hanya menanggalkan sesuatu yang buruk dan tidak menggantinya dengan sesuatu yang baik, kita akan diserang oleh Iblis. Jika kita mengenakan sesuatu yang baik tanpa menanggalkan yang buruk maka akan ada sesuatu yang busuk di dalam dan pada suatu saat akan meruntuhkan segala sesuatu di dalam hidup kita. Alkitab mengajarkan kepada kita kita harus menanggalkan yang lama yang telah dirusak oleh nafsunya yang menyesatkan (Efesus 4: 22). Pakian yang lama adalah segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah (atas orang-orang durhaka). Dahulu kamu juga melakukan hal-hal itu ketika kamu hidup di dalamnya. Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya (Kolose 3: 5-9).

Itu tidaklah cukup. Kita harus mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya (Efesus 4: 24) dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya (Kolose 3: 10). Kita harus mengenakan Kristus (Roma 13: 14) dengan sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah. Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu. (Kolose 3: 12-17).
Kita harus menegaskan kepada anak-anak kita bahwa perilaku kristiani bukanlah serangkaian “lakukan” dan “jangan lakukan” akan tetapi sebuah kasih, kehendak, sukacita dan respons ketaatan kepada kehendak Bapa di surge yang sangat mengasihi kita sehingga Dia memberikan anakNya yang tunggal. Ini bukanlah serangkaian seri aturan akan tetapi hubungan. Perilaku kristiani bukanlah perbudakan. Bukan larangan, tapi kebebasan dalam ekspresi sukacita kasih kita terhadap Kristus. Kita beroleh anugerah dan penghargaan dari Allah melangkah bersama anak-anak dan menolong mereka melihat melihat kebenaran Firman Allah dan memampukan mereka menjadi seperti yang Allah kehendaki.

Tambahan, hidup kita perlu menjadi contoh bagi anak-anak dalam berbicara, kehidupan, kasih, iman dan kemurnian (1 Timotius 4: 12). Kita harus memodelkan perilaku kristiani secara konsisten, sukacita, dan sepenuh hati baik di rumah maupun di luar rumah. Kita harus menghidupi apa yang kita ucapkan. Apa yang kita lakukan lebih yang kita ucapkan. Kita memiliki tanggung jawab yang luar biasa menjadi model bagi anak-anak yang berubah secara supranatural yang memiliki kemurnian, semangat, hidup dan hubungan dinamis dengan Allah yang hidup. Inilah tantangan kita.

3. Orang Tua
Orang tua telah diberikan tanggung jawab mendidik orang muda menurut jalan yang patut baginya, sehingga pada masa tuanyapun mereka tidak akan menyimpang dari pada jalan itu (Amsal 22: 6). Banyak dari para orang tua membutuhkan pertolongan untuk menjadi orang tua yang lebih baik. Terkait pembentukan perilaku kristiani guru, sekolah dan orang tua harus bekerja sama dalam pendidikan orang tua dan menyediakan orang tua dengan resources yang mungkin dapat diakses.

Sebagai guru, kita harus terbuka bagi para orang tua, ambil waktu untuk memperhatikan mereka dan bantulah mereka menjadi orang tua yang lebih baik. Tidak lebih dan tidak kurang seperti yang Allah inginkan untuk dilakukan. Kita dipanggil untuk menyemaikan benih-benih yang akan mekar dalam kekekalan, sayangnya kita belum melakukan semuanya. Kita menabur, yang lain menuai, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Perilaku anak merupakan tanggung jawab bersama.